Kamis, 11 April 2013

Zonasi UTM




Sistem koordinat peta adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinat-koordinat yang bersangkutan merepresentasikan titik-titik atau obyek pada sebuah peta. Aturan ini biasanya mendefinisikan titik asal (origin) beserta beberapa sumbu-sumbu koordinat untuk mengukur jarak dan sudut untuk menghasilkan koordinat. Sistem koordinat peta yang terkenal di dunia ini adalah sistem koordinat geografis dan sistem koordinat UTM (Universal Transvers Mercator).

UTM (Universal Transverse Mercator)
Universal Transverse Mercator(UTM) merupakan Metode grid berbasis menentukan lokas di permukaan bumi yang merupakan aplikasi praktis dari 2 dimensi.

Sejarah UTM (Universal Transerve Mercator)
Universal Transerve Mercator sistem koordinat dikembangkan oleh Amerika Serikat Army Corps of Engineers pada tahun 1940-an. Sistem ini didasarkan pada model yang ellipsoidal bumi. Untuk daerah di Amerika Serikat berbatasan, yang Clarke 1866 ellipsoid digunakan untuk daerah sisa bumi, termasuk Hawai, ellipsoid internasional digunakan. Saat ini WGS84 ellipsoid digunaka sebagai model yang mendasari bumi dalam system koordinat UTM.
Sebelum pengembangan system transverse Mercator koordinat universal. Beberapa Negara Eropa menunjukkan utilitas berbasis grid peta konformal dengan pemetaan wilayah mereka selama periode antar perang. Menghitung jarak antara dua titik pada peta ini dapat dilakukan lebih mudah dilapangan daripada yang dinyatakan mungkin menggunakan rumus trigonometri yang diperlukan dalam system graticule berbasis lintang dan bujur.
Melintang proyek si Mercator adalah varian dari proyeksi Mercator, yang awalnya dikembagkan oleh Flemish geographer dan kartografer Gerardus Mercator, pada tahun 1570. Proyeksi ini konformal, sehingga mempertahankan sudut dan mendekati bentuk tetapi selalu mendistrosi jarak dan daerah. UTM melibatkan non-linear scaling di kedua Easting dan Northing untuk memastikan peta proyeksi eliipsoid adalah konformal.

Zona UTM
System UTM membagi permukaan bumi antara 80oS dan 84oLU menjadi 60 zona, masing-masing 6o bujur lebar dan berpusat diatas meridian bujur. Zona 1 adalah dibatasi oleh bujur 180o sampai 174oB dan berpusat pada 177 barat meridian. Zona penomoran meningkatkan kea rah timur. Masing-masing dari 60 zona bujur dalam system UTM didasarkan pada Mercator Melintang proyeksi. Pemetaan wilayah besar utara-selatan dengan batas jumlah rendah distori, dengan menggunakan zona sempit dari 6o bujur sampai 800 km lebarnya dan mengurangi skala factor sepanjang meridian sentral denga hanya 0,0004 – 0,9996 (pengurangan 1:2500), jumlah distori diselenggarakan dibawah 1 bagian di 1.000 dalam setiap zona. Distorsi skala meningkat menjadi 1,00010 pada batas luar zona sepanjang khatulistiwa.
Pada setiap zona factor skala meridian sentral mengurangi diameter silinder melintang untuk menghasilkan proyeksi garis potong dengan dua garis standar, atau garis-garis skala sebenarnya terletak disekitar 180 km dikedua sisi, dan kira-kiran sejajar, pusat meridian (ARccOs 0,9996 = 1,62o pada khatulistiwa). Faktor skala kurang dari 1 dalam baris-baris dan lebih besar dari 1 luar dari garis-garis, tetapi keseluruhan distorsi skala di dalam zona seluruh diminimalkan

Proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi


 




Sistem Grid UTM Global



Zona UTM Indonesia

Untuk wilayah Indonesia terbagi atas sembilan zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai dengan 144° BT dengan batas pararel (lintang) 11° LS hingga 6° LU. Dengan demikian wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93° BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).




Fasies


Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1.      Geometri :
a)      regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b)      intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2.      Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)
3.      Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4.      Struktur sedimen : dari core
Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1.      membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2.      terbentuk secara relatif sangat cepat (<10 .000="" span="" tahun="">
3.      mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4.      selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.
5.      batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.

Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas. Litologi sedimen  ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream berenergi tinggi.


HUBUNGAN ANTAR FASIES ( FACIES RELATIONSHIP )

Pengertian hubungan antar fasies dapat didefinisikan sebagai hubungan antara satu facies dengan facies yang lainnya baik secara lateral maupun vertikal. Secara lateral tentu berhubungan dengan paleogeografi / paleoenvironment. Misalnya facies dari paparan ke facies di lereng cekungan; secara vertikal berhubungan dengan urutan evolusi geologi, misalnya facies paparan berubah ke atasnya menjadi facies lereng (berarti ada pendalaman atau transgersi dari bawah ke atas).

Beda fasies menunjukkan kondisi dan lingkungan pengendapan yang berbeda pula. Hubungan antar facies dikemukakan oleh Johannes Walther (1894) dalam Hukum Korelasi Fasies (Law of Facies Correlation). Hukum tersebut mengimplikasikan bahwa perubahan vertikal-gradasional dari satu fasies ke fasies yang lain mengindikasikan bahwa lingkungan pengendapan kedua fasies itu terletak berdampingan. De Raaf dkk (1965) dan Reading (1978) juga menekankan arti penting batas gradasional pada penampang vertikal. Jika batas antar fasies bersifat tajam atau erosional, maka tidak ada jaminan bahwa lingkungan pengendapan kedua fasies tersebut saling berdampingan. Kontak tajam antar fasies, khususnya jika dicirikan oleh horizon tipis yang kaya akan struktur bioturbasi, biasanya mengindikasikan tidak terjadinya pengendapan, adanya perbedaan besar dari jenis lingkungan pengendapan, dan menandai dimulainya satu siklus sedimentasi yang baru.

Hubungan suatu fasies dapat digagaskan dalam pembagian grup fasies yang terjadi secara bersama – sama yang selanjutnya akan berkaitan dengan lingkungan. Sebagai contohnya, jika pada perlapisan silang siur batupasir asosiasi terdekatnya adalah dengan terkandungnya tanah, batubara, atau serpih lanauan yang mengandung akar, daun, dan batang, kita bisa membuat interpretasi pengendapannya pada sistem sungai. Dalam mempelajari hubungan fasies dan urutannya, kita harus benar – benar memperhatikan keadaan alami dari kontak hubungan antara fasies dan derajat urutan baik acak maupun tidak